Setiap kita hampir punya harapan sama. Ingin hidup aman dan terhindar dari berbagai kesulitan, jauh dari beragam musibah, dan tidak berjumpa dengan banyak masalah yang berat. Kita ingin hidup tenang, berlayar di permukaan laut yang datar dan tidak bergelombang. Tentu impian seperti itu boleh saja hadir, namun itu tidaklah mudah. Sebab, hidup ini bukanlah milik kita. Ia hanyalah kumpulan waktu yang dijatahkan untuk kita agar digunakan sebaik mungkin sepanjang keberadaan kita di dunia.
Hidup ini ada dalam genggaman Yang Maha kuasa, yang telah mengatur dan menetapkan apa yang akan terjadi. Sementara kesulitan, musibah, berbagai masalah adalah sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari perjalanan hidup ini. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk menghindarinya, sedikitpun ia tidak akan melampaui apa yang diinginkan oleh Dzat yang telah mengaturnya.
Meskipun demikian, kita telah ditunjukkan dua hal yang bisa menjadi penolong untuk menghadapi kesulitan-kesulitan hidup jika ia datang menerpa, agar menjadi ringan dan kita punya ketegaran untuk melaluinya. Secara eksplisit allah swt. menyebutkan dua hal itu dalam firman-Nya, "Dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu." (QS.Al-Baqarah : 45)
Hidup ini ada dalam genggaman Yang Maha kuasa, yang telah mengatur dan menetapkan apa yang akan terjadi. Sementara kesulitan, musibah, berbagai masalah adalah sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari perjalanan hidup ini. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk menghindarinya, sedikitpun ia tidak akan melampaui apa yang diinginkan oleh Dzat yang telah mengaturnya.
Meskipun demikian, kita telah ditunjukkan dua hal yang bisa menjadi penolong untuk menghadapi kesulitan-kesulitan hidup jika ia datang menerpa, agar menjadi ringan dan kita punya ketegaran untuk melaluinya. Secara eksplisit allah swt. menyebutkan dua hal itu dalam firman-Nya, "Dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu." (QS.Al-Baqarah : 45)
Jika kita perhatikan lebih jauh ayat di atas, akan kita dapati bahwa sabar yang disebut lebih dahulu dari pada sholat, adalah tindakan untuk menerima segala ketentuan Allah yang bersifat pasif. Sedangkan sholat yang diletakkan setelah sabar adalah sebuah tindakan aktif yang menunjukkan bahwa pengaduan kita atas ketidakberdayaan kita atas suatu kesulitan hanya tertuju kepada Allah swt. Karena sholat adalah sarana untuk berdialog dengan Allah atas apa yang kita pinta dan kita inginkan, di saat semua yang telah kita lakukan tidak lagi menemukan solusinya.
Menjadikan sabar sebagai penolong ketika ditimpa musibah, mungkin sudah biasa kita lakukan. Bahkan mungkin itulah kekuatan kita satu-satunya. Adapun sholat, barangkali kita masih menyimpan pertanyaan, benarkan ia bisa menjadi penolong?
Secara teori memang demikian, tapi dalam kenyataan, tampaknya tidak selalu begitu. Ada benyak orang tidak mendapatkan manfaat dari sholatnya, dan ada banyak orang yang justru meninggalkan sholatnya ketika kesulitan menimpanya.
Di dalam Islam, sholat memiliki kedudukan yang tidak bisa ditandingi ibadah-ibadah lainnya. Sebab ia merupakan tiang agama, di mana agama tidak akan berdiri tegak, kecuali dengannya. Rasulullah saw, "Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah."(HR.Tirmidzi)
Kedudukan sholat yang begitu agung inilah yang membuat Rasulullah tidak hanya menjadikan sholat sebagai ibadah semata, tetapi beliau telah menjadikannya sebagai solusi dari setiap kesulitan yang dihadapinya. Beliau telah membuktikan itu kepada kita, seperti yang diceritakan Khudzaifah bin Al Yaman, "Jika Rasulullah dditimpa sebuah kesulitan beliau bersegera melakukan sholat."
Dalam sebuah riwayat, Haritsah bin Madhrib pernah berkata, "Aku mendengar Ali ra berkata, 'Kamu telah melihat kami dan segala keadaan kami pada malam perang Bbadar kecuali Rasulullah saw, beliau mengerjakan sholat dan berdoa hingga datang waktu subuh,'"
Bahkan pernah dalam sebuah kesulitan belia bersabda kepada Bilal bin Rabah, "Hai Bilal! Panggillah kami untuk melaksanakan sholat, dan berikanlah kami kenyamanan dengannya."
Hanya sholat yang khusyu' akan menjadi penolong. Sholat itu sesungguhnya adalah perkara mudah. Cukup dengan menghafal beberapa gerakan dan bacaannya, maka kita sudah bisa mengerjakan sholat. Sangat sederhana, Skill tambahan yang kita perlukan adalah tata cara berwudhu', agar sholat kita sah secara hukum. Selesai. Selebihnya, kita berharap sholat kita akan menjadi penolong, seperti yang telah dijanjikan Allah swt.
Namun realitas yang kita saksikan, atau mungkin yang kita rasakan sendiri sunggh jauh berbeda. Sholat-sholat yang kita kerjakan belum memberikan manfaat yang signifikan pada diri kita. Sholat fardhu kita, meskipun sudah ditambah dengan sholat-sholat sunah, misalnya, namun belum banyak memberikan pengaruh positif pada sifat dan perilaku keseharian kita. Alih-alih menjadi penolong, justru terkadang depresi, stres, kegelisahan, dan bermacam penyakit hati masih sering menghinggapi kita.
Apakah Al Qur'an salah? Atau apakah sholat kita yang tidak sah? Atau apakah kekuatan sholat tidak "semujarab" yang kita harapkan? Tidak. Tidak sama sekali. Hanya saja mungkin kita kurang memperhatikan lanjutan ayat yang menyuruh kita menjadikan sholat sebagai peenolong. Di sana Allah swt berfirman, "Dan sesungguhnya yang demikian (sholat) itu sangat sulit, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." (QS.Al-Baqarah : 45)
Khusyu'. Itulah kata kunci yang sering kita lupakan. Hanya sholat yang dilaksanakan dengan khusyu' yang akan menjadi penolong. Yaitu sholat yang dikerjakan dalam nuansa antara harap (raja'), cemas (khauf), dan cinta (hubb), serta dengan takbir yang sempurna, lantunan ayat-ayat Al-Qur'an yang tartil dan tidak tergesa-gesa, ruku' dengan penuh rasa tawadhu, dan sujud yang diliputi kerendahan hati dan keikhlasan jiwa. Bukan sholat yang dilakukan sekedar ingin lepas dari tuntutan kewajiban.
Bagaimana menghadirkan khusyu' dalam sholat? Kita simak penuturan salafushalih saat mereka hendak sholat. Hatim Al Asham radhiyallahu 'anhu, misalnya, ia mengatakan, "ketika aku memulai sholat, aku menjadikan Ka'bah seolah berada di hadapanku, jembatan Ashirath terletak di bawah kakiku, surga di samping kananku dan neraka di samping kiriku, serta malaikat berada tepat di belakangku. Aku menganggap sholatku ini sebagai sholat yang terakhir."
Hal ini seperti yang disabdakan Nabi kepada seorang laki-laki yang datang bertanya kepadanya, "Ya Rasulullah, ajarilah aku tetapi yang ringkas saja." Beliau bersabda, "Jika kamu berdiri untuk melaksanakan sholat, maka sholatlah seperti sholatnya orang yang akan berpisah (meninggal)....(HR.Ibnu Mmajah)
Perhatikan pula apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib ra. Biasanya, selesai wudhu sekujur tubuhnya bergetar hebat. Ketika ditanya sebabnya, ia menjawab, "Sekarang aku sedang memikul amanah yang pernah disodorkan kepada langit, bumi, dan gunung. Namun aku kemudian maju dan bersedia menerima amanah itu."
Dengan cacar-cara seperti itulah mereka menemukan kekhusyu'an. Dan ketika khusyu' itu telah memenuhi relung jiwa mereka, kesulitan apapun yang mereka hadapi semua akan terasa ringan. Sholat itu, dengan sendirinya akanmenadi penolong mereka tanpa mereka minta.
Perhatikanlah kisah Urwah bin Zubair ra yang satu ini. Kisah ketika ia terkena tumor di telapak kakinya. Saat itu orang-orang berkata kepadanya, "Telapak kakimu harus diamputasi. Ijinkan kami memberimu arak agar anda tidak merasa kesakitan." Dengan tegas dia menolak, "Aku tidak akan menggunakan hal yang haram untuk melakukan ketaatan kepada Allah."
Merekapun berkata, "kalau begitu kami akan berikan obat tidur. "Ia menukas, "Aku tidak suka bagian tubuhku diambil ketika tidur." Mereka berkata, "bagaimana kalau kami panggil beberap orang untuk memegangmu supaya tidak bergerak? Namun malah berkata, "Aku akan membantu diriku sendiri." "Bagaimana caranya?" tanya mereka.
Tahukah kita apa yang ingin dilakukan Urwah. Bayngkan, sejenak kemudian ia berkata, "Biarkan aku mengerjakan sholat. Begitu kalian melihat aku tidak lagi bergerak, anggota tubuhku telah tenang dan akupun telah terdiam, tunggulah hingga aku sujud. Sebab ketika aku sujud, aku telah pergi dari dunia, maka silahkan kalian lakukan apa saja yang ingin kalian lakukan terhadapku."
Di saat sujud itulah, seorang tabib menghampiri Urwah, lalu memotong kakinya. Urwah berkeringat keras, namun tak sedikitpun berteriak. Ucapan yang keluar dari mulutnya hanya, "Laa ilaaha illallah. Aku rela Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad adalah seorang nabi dan rasul."
Semoga kisah mereka ini menjadi tuntunan dan pengajaran bagi kita, sehinga kita pun dapat melaksanakan sholat dengan khusyu', sholat yang diliputi harap, cemas, dan cinta kepada sholat dan kepada Allah yang mewjibkan sholat. Tidak ada pilihan bagi kita selain menghadirkan kekhusyu'an apa sholat kita, sebab sholat yang kehilangan khusyu', tidak akan banyak fungsinya dalam kehidupan kita. Ia tidak lebih dari sekedar ibadah yang dilakukan untuk melepaskan tanggung jawab, beban, dan kewajiban.@
(Tarbawi..Edisi 135 /20 Juli 1006)
Menjadikan sabar sebagai penolong ketika ditimpa musibah, mungkin sudah biasa kita lakukan. Bahkan mungkin itulah kekuatan kita satu-satunya. Adapun sholat, barangkali kita masih menyimpan pertanyaan, benarkan ia bisa menjadi penolong?
Secara teori memang demikian, tapi dalam kenyataan, tampaknya tidak selalu begitu. Ada benyak orang tidak mendapatkan manfaat dari sholatnya, dan ada banyak orang yang justru meninggalkan sholatnya ketika kesulitan menimpanya.
Di dalam Islam, sholat memiliki kedudukan yang tidak bisa ditandingi ibadah-ibadah lainnya. Sebab ia merupakan tiang agama, di mana agama tidak akan berdiri tegak, kecuali dengannya. Rasulullah saw, "Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah."(HR.Tirmidzi)
Kedudukan sholat yang begitu agung inilah yang membuat Rasulullah tidak hanya menjadikan sholat sebagai ibadah semata, tetapi beliau telah menjadikannya sebagai solusi dari setiap kesulitan yang dihadapinya. Beliau telah membuktikan itu kepada kita, seperti yang diceritakan Khudzaifah bin Al Yaman, "Jika Rasulullah dditimpa sebuah kesulitan beliau bersegera melakukan sholat."
Dalam sebuah riwayat, Haritsah bin Madhrib pernah berkata, "Aku mendengar Ali ra berkata, 'Kamu telah melihat kami dan segala keadaan kami pada malam perang Bbadar kecuali Rasulullah saw, beliau mengerjakan sholat dan berdoa hingga datang waktu subuh,'"
Bahkan pernah dalam sebuah kesulitan belia bersabda kepada Bilal bin Rabah, "Hai Bilal! Panggillah kami untuk melaksanakan sholat, dan berikanlah kami kenyamanan dengannya."
Hanya sholat yang khusyu' akan menjadi penolong. Sholat itu sesungguhnya adalah perkara mudah. Cukup dengan menghafal beberapa gerakan dan bacaannya, maka kita sudah bisa mengerjakan sholat. Sangat sederhana, Skill tambahan yang kita perlukan adalah tata cara berwudhu', agar sholat kita sah secara hukum. Selesai. Selebihnya, kita berharap sholat kita akan menjadi penolong, seperti yang telah dijanjikan Allah swt.
Namun realitas yang kita saksikan, atau mungkin yang kita rasakan sendiri sunggh jauh berbeda. Sholat-sholat yang kita kerjakan belum memberikan manfaat yang signifikan pada diri kita. Sholat fardhu kita, meskipun sudah ditambah dengan sholat-sholat sunah, misalnya, namun belum banyak memberikan pengaruh positif pada sifat dan perilaku keseharian kita. Alih-alih menjadi penolong, justru terkadang depresi, stres, kegelisahan, dan bermacam penyakit hati masih sering menghinggapi kita.
Apakah Al Qur'an salah? Atau apakah sholat kita yang tidak sah? Atau apakah kekuatan sholat tidak "semujarab" yang kita harapkan? Tidak. Tidak sama sekali. Hanya saja mungkin kita kurang memperhatikan lanjutan ayat yang menyuruh kita menjadikan sholat sebagai peenolong. Di sana Allah swt berfirman, "Dan sesungguhnya yang demikian (sholat) itu sangat sulit, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." (QS.Al-Baqarah : 45)
Khusyu'. Itulah kata kunci yang sering kita lupakan. Hanya sholat yang dilaksanakan dengan khusyu' yang akan menjadi penolong. Yaitu sholat yang dikerjakan dalam nuansa antara harap (raja'), cemas (khauf), dan cinta (hubb), serta dengan takbir yang sempurna, lantunan ayat-ayat Al-Qur'an yang tartil dan tidak tergesa-gesa, ruku' dengan penuh rasa tawadhu, dan sujud yang diliputi kerendahan hati dan keikhlasan jiwa. Bukan sholat yang dilakukan sekedar ingin lepas dari tuntutan kewajiban.
Bagaimana menghadirkan khusyu' dalam sholat? Kita simak penuturan salafushalih saat mereka hendak sholat. Hatim Al Asham radhiyallahu 'anhu, misalnya, ia mengatakan, "ketika aku memulai sholat, aku menjadikan Ka'bah seolah berada di hadapanku, jembatan Ashirath terletak di bawah kakiku, surga di samping kananku dan neraka di samping kiriku, serta malaikat berada tepat di belakangku. Aku menganggap sholatku ini sebagai sholat yang terakhir."
Hal ini seperti yang disabdakan Nabi kepada seorang laki-laki yang datang bertanya kepadanya, "Ya Rasulullah, ajarilah aku tetapi yang ringkas saja." Beliau bersabda, "Jika kamu berdiri untuk melaksanakan sholat, maka sholatlah seperti sholatnya orang yang akan berpisah (meninggal)....(HR.Ibnu Mmajah)
Perhatikan pula apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib ra. Biasanya, selesai wudhu sekujur tubuhnya bergetar hebat. Ketika ditanya sebabnya, ia menjawab, "Sekarang aku sedang memikul amanah yang pernah disodorkan kepada langit, bumi, dan gunung. Namun aku kemudian maju dan bersedia menerima amanah itu."
Dengan cacar-cara seperti itulah mereka menemukan kekhusyu'an. Dan ketika khusyu' itu telah memenuhi relung jiwa mereka, kesulitan apapun yang mereka hadapi semua akan terasa ringan. Sholat itu, dengan sendirinya akanmenadi penolong mereka tanpa mereka minta.
Perhatikanlah kisah Urwah bin Zubair ra yang satu ini. Kisah ketika ia terkena tumor di telapak kakinya. Saat itu orang-orang berkata kepadanya, "Telapak kakimu harus diamputasi. Ijinkan kami memberimu arak agar anda tidak merasa kesakitan." Dengan tegas dia menolak, "Aku tidak akan menggunakan hal yang haram untuk melakukan ketaatan kepada Allah."
Merekapun berkata, "kalau begitu kami akan berikan obat tidur. "Ia menukas, "Aku tidak suka bagian tubuhku diambil ketika tidur." Mereka berkata, "bagaimana kalau kami panggil beberap orang untuk memegangmu supaya tidak bergerak? Namun malah berkata, "Aku akan membantu diriku sendiri." "Bagaimana caranya?" tanya mereka.
Tahukah kita apa yang ingin dilakukan Urwah. Bayngkan, sejenak kemudian ia berkata, "Biarkan aku mengerjakan sholat. Begitu kalian melihat aku tidak lagi bergerak, anggota tubuhku telah tenang dan akupun telah terdiam, tunggulah hingga aku sujud. Sebab ketika aku sujud, aku telah pergi dari dunia, maka silahkan kalian lakukan apa saja yang ingin kalian lakukan terhadapku."
Di saat sujud itulah, seorang tabib menghampiri Urwah, lalu memotong kakinya. Urwah berkeringat keras, namun tak sedikitpun berteriak. Ucapan yang keluar dari mulutnya hanya, "Laa ilaaha illallah. Aku rela Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad adalah seorang nabi dan rasul."
Semoga kisah mereka ini menjadi tuntunan dan pengajaran bagi kita, sehinga kita pun dapat melaksanakan sholat dengan khusyu', sholat yang diliputi harap, cemas, dan cinta kepada sholat dan kepada Allah yang mewjibkan sholat. Tidak ada pilihan bagi kita selain menghadirkan kekhusyu'an apa sholat kita, sebab sholat yang kehilangan khusyu', tidak akan banyak fungsinya dalam kehidupan kita. Ia tidak lebih dari sekedar ibadah yang dilakukan untuk melepaskan tanggung jawab, beban, dan kewajiban.@
(Tarbawi..Edisi 135 /20 Juli 1006)